Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: Penghasilan Anjal di Kota X

Minggu, 11 Desember 2016

Penghasilan Anjal di Kota X


Byurr..
Cairan pembersih dipercikkan pada kaca depan mobil yang berhenti di lampu merah. Spons disapukan ke kiri ke kanan. Hujan dengan kompak membasuh sisa-sisa busa yang mengikat debu itu. Kemudian tangan kecil mengetuk jendela. Pemilik mobil membuka sedikit kaca jendelanya dan menyelipkan kertas bergambar Pattimura.

Belum satu dasawarsa bocah-bocah kecil mengecap kehidupan. Tapi pahit getirnya tampak tergaris di telapak tangan mungilnya. Bibir bergetar, sekujur tubuh basah, dan tangan kanannya menggenggam spons berbusa. Hujan dan lampu merah menjadi sahabat terbaik.

“Pekerjaan” ini cukup mudah untuk dilakukan karena hanya bermodal cairan pembersih kaca dan spons. Jika di sebuah simpang 4, lampu hijau menyala bergiliran selama masing-masing 30 detik, lampu merah di setiap persimpangan akan mendapat jatah 90 detik. Asumsinya dalam 1 jam akan menyala lampu merah sebanyak 30 kali. Setiap lampu merah menyala, kemungkinan 1 orang bocah yang acap disebut anak jalanan (anjal) ini dapat meng-handle 2 mobil. Dalam kurun waktu 1 jam, anjal akan meng-handle 60 mobil. Jika dari setiap-mobil anjal mendapatkan balas jasa senilai Rp1.000, dalam waktu 1 jam anjal mampu mengantongi Rp60.000. Bagaimana kalau 3 jam? Bagaimana kalau 1 bulan? Bayangkan berapa pundi Rupiah yang didapatkan di musim hujan! Aksi ini tentunya tidak mendapatkan reaksi yang seragam. Ada yang memberi uang, ada pula yang tidak. Yang memberi uang mungkin saja iba, mungkin juga sudah terbiasa. Yang tidak memberi bisa jadi sedang tidak ada stok recehan, bisa juga memang tidak mau memberi.

Kendati tergolong mudah, pekerjaan ini bukan tanpa risiko. Risiko terkena penyakit sehubungan dengan cuaca sampai risiko kecelakaan. Sekalipun penghasilan yang didapatkan terbilang besar karena menyentuh angka jutaan Rupiah perbulan, sejatinya anjal tetaplah seorang bocah yang butuh bersekolah, mendapatkan pendidikan yang layak. Sayangnya, “tulang punggung” yang masih lunak ini dipaksa keras, bahkan tahan banting.

Salah satu instansi pemerintahan terkait mengatakan bahwa terhadap anjal ini telah dilakukan pembinaan berupa pelatihan keterampilan agar mereka menjadi warga yang bermanfaat. Keterampilan ini bermacam-macam, mulai dari menjahit, berbengkel, sampai membuat peralatan yang berguna. Bahkan instansi pemerintahan tersebut melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam melakukan pembinaan. Namun sayangnya, penolakan justru datang dari orang tua anjal. Faktor ekonomi tak dapat dielakkan menjadi faktor utama bocah-bocah turut mencari nafkah.

Anjal ini banyak jenisnya dan dapat bertransformasi dari satu bentuk ke bentuk lain, di antaranya adalah pengemis, pengamen, dan pedagang asongan. Latar belakang mereka menghabiskan waktu di jalanan pun beragam pula yaitu faktor ekonomi, broken home, ingin memiliki uang sendiri,  pengaruh lingkungan, dan sebagainya.

Permasalahan anjal ini cukup kompleks sehingga dibutuhkan instrumen yang tepat didampingi komitmen yang kuat oleh berbagai pihak mulai pemerintah, LSM, sampai masyarakat. Payung hukum yang mengatur larangan memberi uang kepada anjal kerap kali tidak diindahkan oleh pengendara. Bukan karena kurangnya sosialisasi, tapi hal ini terjadi karena di jalanan anjal sering memaksa pengendara untuk memberikan uang, kalau tidak diberi ia akan menggores kendaraan tersebut. Oleh karena itu diperlukan razia berkala untuk membuat jera anjal yang masih setia di perempatan lampu merah. Pembinaan berupa pelatihan keterampilan dan pemberian modal usaha seyogyanya terus dilanjutkan dengan menggandeng LSM.


Note: Ini kali kedua saya menulis tentang penghasilan anjal. Tulisan pertama di tahun 2013 telah saya hapus karena nama dan lokasi dinarasikan dengan sangat jelas. Tulisan tentang pengemis yang buta dan pengemis yang menggendong anak coming soon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar