Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: September 2013

Rabu, 25 September 2013

Pelajaran Berharga Dari Sang Penabrak



Padang (18/9). Pagi yang cerah. Usai melakukan wawancara ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang bersama Ditya, kami pun berpisah. Ditya pulang ke kontrakannya di Limau Manih. Sedangkan saya menuju kantor pengadilan untuk menjemput mami. Kami berencana akan ke sekolah Fenny (adikku) untuk mengurus suatu hal.
Si Putih melaju dengan mantap. Ia sangat jinak terhadapku yang terkadang menginjak pedal sesuka hati. Namun kali ini aku tidak menginjaknya begitu dalam karena nasihat mami terekam jelas di ingatanku, “Jangan ngebut!”
Di persimpangan, dekat dengan kantor Pengadilan Negeri Jl Khatib Sulaiman, mobil di depanku berjalan pelan karena ia akan berbelok. Maka aku pun mengiringi dengan pelan. Bagaimanapun yang belakang adalah follower.
“Brukkkkk!!!!” Tiba-tiba terdengar suara kencang. Bersyukur aku memakai sabuk pengaman yang membalut tubuhku mengurangi daya hentakan. Orang-orang sekitar melihat ke arahku. “Ya Allah sayakah yang ditabrak?” Benar, mulut Innova menghantam ekor Si Putih. Aku pun lemas dan berjalan pelan. Tampaknya Innova berhasil menambah rentetan panjang goresan Si Putih. Sang pengendara membuka kaca jendelanya dan ia turun. Aku hanya berjalan pelan kemudian berhenti. Daaannn”Huaaaaaaaaaaaaa........ :(” Aku menelpon mami.
“Tok tok tok...” suara kaca jendelaku diketok. “Ibu, maafkan saya. Yah namanya juga kecelakaan. Saya tidak menduga. Saya mengerti perasaan ibu, Saya juga pernah ditabrak. Terserah ibu mau di bawa ke mana. Ke polisi juga tak apa. Saya akan bertanggung jawab. Kalau ibu mau, kita bisa bicarakan ini baik-baik.”
Terdiam... Aku pun turun melihat kemalangan Si Putih. Oh Tuhan, lampu belakang pecah, bemper nyaris patah, pintu belakang penyok dengan beberapa goresan. Walhasil depan belakang cacat. Oh ya, aku sewaktu masih belajar pernah menggesekkan si Putih ke pagar rumah nenek.
Tak berselang lama, mami pun datang. Si Bapak mengaku senantiasa berzikir membawa kendaraan. Ia hanya membawa mobil perusahaan. Tak hanya Si Putih yang cedera. Pintu Innova itu bahkan bergeser. Yah walaupun mulut besinya baik-baik saja.
Sebenarnya terbit rasa iba pada si Bapak yang pensiuan perusahaan tambang ini. Ia bukanlah orang yang berada. Namun ia jujur dan mau bertanggung jawab. Padahal kalau mau lari ia bisa saja. Dari cara berbicara si Bapak pun aku melihat etika tingkat tinggi dalam dirinya. Terlihat ia tak menyalahkanku sedikitpun. Biasanya ada orang yang kalau salah malah mencari-cari kesalahan orang lain.
“Saya akan bertanggung jawab, Bu. Namun saya mohon diringankan,” ucapnya kepada mami dan juga Om Joni yang turut berada di lokasi. Negosiasi berakhir dengan sebuah kesepakatan. Aku hanya terdiam, mengamati sebuah pelajaran berharga.