Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: 2017

Selasa, 12 Desember 2017

Donor Darah Saat Haid, Bolehkah?

Kamu pernah punya pengalaman ditolak saat akan donor darah? Kamu tidak sendirian. Jika penolakan membuatmu takut mencoba lagi, kamu sendirian aja, gak usah ajak-ajak :p

Berbekal pengalaman ditolak dari daftar calon pendonor darah, di tahun berikutnya saya mencoba kembali. Bukan apa-apa, itu popmie nya mengiurkan banget. Paraaaahh!!! Dengan semangat popmie yang diseduh, saya menuju Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Teluk Bayur. Unit vertikal di bawah Kementerian Keuangan mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka menyambut Hari Oeang ke-71, salah satunya Donor Darah.

Pertama kita mengisi formlir terlebih dahulu dan menjawab beberapa pertanyaan untuk mengetahui kondisi kesehatan dan riwayat penyakit calon pendonor. Selanjutnya nama kita akan dipanggil berurutan mulai dari formulir yang diletakkan paling awal. Jantung berdegup kencang ketika nama saya dipanggil untuk diperiksa kesehatannya.

“Oke, Febby bisa donor. Hb nya 13, bagus.” ucap dokter yang memeriksa.

Seakan tak percaya, saya berkata “Dokter, saya lagi haid.”

Gak masalah. Yang masalah itu kalau tidak haid dan tidak mau donor. Yang penting semangat.” Jawab dokter.

Semangat popmie memang tidak bisa diremehkan begitu saja. Dahsyat! Ini akan menjadi sejarah donor darah pertama dalam hidup saya. Tak lama kemudian saya disuruh berbaring. Jarum yang sebesar jarum kasur itu ditusukkan ke lengan kiri saya. Perlahan darah mengalir. Ya, benar perlahan, karena di sebelah kiri saya sudah berganti orang yang ketiga dan saya masih terbaring. Mungkin saya begitu grogi, tangan saya menjadi kaku, entah apa hubungannya yang jelas darah itu lamban sekali menuju kantongnya. Untungnya selama proses mendonor, saya dihibur, direkam, dan difoto oleh teman-teman yang super lucu. Makasi, ya, Gaes :)

Kembali ke judul, bolehkan donor darah saat haid? Boleh bersyarat. Yuk, kita simak penjelasan dari alodokter aja:
  1. Usia 17-60 tahun;
  2. Berat badan >45 kg;
  3. Tidak menderita anemia atau kadar hemoglobin wanita > 12 gr% dan hemoglobin pria > 13 gr%;
  4. Tidak sedang demam atau suhu tubuh 36-37,5 derajat celcius;
  5. Tekanan darah sistol 100-170 mmHg dan diastol 70-100 mmHg;
  6. Denyut nadi teratur 50-100x/menit;
  7. Jarak dengan donor darah sebelumnya minimal 3 bulan;
  8. Tidak menderita penyakit tertentu seperti: HIV, hepatitis, kelainan darah misalnya hemofilia, diabetes, kanker, tekanan darah tinggi, epilepsi, sifilis, pecandu minuman berlakohol;
  9. Tidak dalam kondisi medis tertentu misalnya: 72 jam pasca operasi gigi, 12 bulan pasca operasi besar, wanita hamil dan menyusui;
  10. Apabila dokter yang ada ditempat donor menilai kamu cukup sehat dan kemungkinan besar tidak anemia, mungkin dokter bisa mengijinkan kamu untuk mendonor. Tetapi jika dokter yang memeriksa tidak mengijinkan, lebih baik kamu tunggu dulu hingga selesai menstruasi.
Penjelasannya cukup jelas, kan? Demikian pengalaman saya. Kalau ada kesempatan donor lagi, saya tidak akan memilih mendonor saat haid. Hahaha...



Sabtu, 25 November 2017

Dear, Pak Hakim

"Mengapa tidak jadi petani saja? Saya memohon engkau berhenti. Pagar rumah ini sudah tidak aman. Kita bisa lenyap kapan saja." (Saya)

"Pernah sebuah senapan diacungkan ke hadapan saya. Namun jari telunjuk tak memicu pelatuk. Mengurungkan niat dia. Tenanglah, karena kematian rahasia Tuhan." (Papi)

Belasan tahun silam, saya hanyalah seorang anak kecil yang ketakutan. Bersembunyi di balik punggung ayahnya. Polisi berjaga di sekitar rumah. Massa itu tak jadi datang.

Dear, Pak Hakim. Hari ini menjadi ritual untuk mengenang nasihat-nasihat mu.

Kamis, 16 November 2017

Mengajar Anak-Anak, Menjadi Anak-Anak

“Bagaimana cara mengajar anak-anak? Jadilah anak-anak!”

Ah, kak Hasbi ini bercanda. Usia tidak bisa membohongi. Seperempat abad sudah saya lalui. Tentunya berjibun pengalaman membangun diri saya menuju kedewasaan. Menjadi anak-anak bukanlah perkara membalikkan telapak tangan. Malam itu, pesan ahli parenting tersebut terngiang-ngiang di kepala. Agenda 22 Oktober 2017 menjadi agenda merensonansi ingatan ke masa lalu, berpetualang ke masa hidup di kala kanak-kanak.

Tinggal beberapa jam lagi menuju Hari Mengajar, petualangan imajinasi saya sudah sampai di gerbang sekolah, menyapa bapak satpam dan mencium tangan ibu guru. Kemudian saya memasuki kelas dan bernyanyi dengan riang. Begitu sederhana, polos, dan penuh keceriaan. Setiap orang memang punya kenangan masing-masing. Kenangan ini memudahkan saya menghayati masa kanak-kanak.

Tibalah hari yang dinanti-nanti, Hari Mengajar yang berlangsung pada tanggal 23 Oktober 2017. Serentak, kegiatan ini dilakukan di 51 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Padang, salah satu kota tempat penyelenggaraan Kemenkeu Mengajar 2, mendapatkan kesempatan pertama karena tahun sebelumnya Kemenkeu Mengajar hanya diselenggarakan di 6 kota. Tahun ini, SD Komplek Tan Malaka yang terdiri dari SD 01, SD 05, dan SD 33 Tan Malaka mengukir sejarah Kemenkeu Mengajar di kota Padang.

Kegiatan di senin pagi diawali dengan upacara bendera. Langkah kaki serempak, petugas pengibaran bendera menghentak-hentak lapangan upacara. Siswi yang di tengah itu, di tangannya ada bendera, di hatinya ada cita-cita. Pengibaran bendera diiringi paduan alat musik, harmoni.

Usai upacara, Pejabat Kementerian Keuangan Provinsi Sumatera Barat memberikan sambutan. Panitia bersama relawan mengajak para guru dan murid-murid untuk melakukan Baby Shark Dance. Usai bergoyang bersama, panitia menginstruksikan untuk membuat formasi KM 2 yang akan disorot dari udara. Setelah acara pembukaan selesai, murid-murid memasuki ruang kelas masing-masing.

“Assalamu’alaikum, selamat pagi, anak-anak!” suara saya menggema di ruangan.

“Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh, selamat pagi, Bu! Suara murid-murid tak kalah menggema, bahkan menjawab salamnya lebih panjang.

Kesan pertama harus mencuri perhatian. Dengan wajah antusias dan penuh semangat, saya mengajak murid-murid untuk bernyanyi “Di Sini Senang, Di Sana Senang”. Untuk menyanyikan lagu ini, saya membagi murid-murid menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama menyanyi sambil bertepuk tangan, kelompok kedua menyanyi sambil menjentikkan jari, dan kelompok ketiga bernyanyi sambil menghentakkan kaki ke lantai. Suatu kelompok bernyanyi hanya ketika tangan saya menunjuk kelompok tersebut. Jika tangan saya terbuka lebar, artinya semua bernyanyi.

Selanjutnya, saya memperkenalkan diri dan ingin pula mengenal mereka. Saya meminta murid-murid menunjuk dengan jarinya berturut-turut mulai dari ketua kelas, sekretaris, dan bendahara, semua dilakukan tanpa suara. Mereka terlihat tersenyum-senyum. Senyuman mereka bahan bakar semangat saya.

Setelah murid-murid siap, saya pun memulai sesi materi. Peralatan tempur yang sudah disiapkan saya letakkan di atas meja. Ada gambar Malin Kundang, gambar Ibu Pertiwi Indonesia, puzzle, dan pengeras suara portable. Sesi pertama dimulai dengan dialog Malin Kundang dengan Ibu Pertiwi Indonesia. Saya menggunakan metode bercerita dengan gambar. Dalam cerita tersebut, Ibu Pertiwi Indonesia sangat menyayangi anaknya, Malin Kundang. Semua fasilitas diberikan untuk sang anak, antara lain sarana jalan umum, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan keamanan. Ketika Malin Kundang dewasa, ia pergi merantau ke negeri seberang. Sampai di sini saya meminta anak-anak menyanyikan lagu “Kampuang Nan Jauah di Mato”, diiringi musik dari pengeras suara portable, untuk memanggil Malin Kundang pulang.

Cerita berlanjut, Malin Kundang pulang dan ia sudah menjadi orang kaya. Menjadi kaya tak lantas membuatnya membalas budi kepada sang ibu yang telah membesarkan dan memberikannya segala kebutuhannya di masa kecil. Untuk itu, saya meminta anak-anak mengajak Malin Kundang untuk patuh kepada ibunya, memberikan sebagian rezeki yang diperoleh dari penghasilannya. Dari sebagian rezeki yang diberikan oleh Malin Kundang kepada ibunya, murid-murid saya minta untuk membangun fasilitas umum melalui penyusunan puzzle perkelompok.

Kelas ditutup dengan menyanyikan lagu Ibu Pertiwi bersama-sama. Sebelum mengakhiri dengan salam, tak lupa saya menyampaikan pesan dari Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani Indrawati, “Jangan pernah lelah mencintai Indonesia”. Sebelum mengakhiri tulisan ini, tak lupa pula saya menyampaikan pesan untuk pembaca semua, “Yuk, ikut Kemenkeu Mengajar 3!”

Sabtu, 07 Oktober 2017

Belajar Bersyukur

Sudah lewat Isya, api diskusi belum juga padam. Berbagai macam pemikiran bergumul, melahirkan pandangan dari berbagai sisi. Perihal negara memang tidak mudah. Sesekali mata berair menahan uap kantuk. Acap kali mata menatap ke arah jarum jam di tembok itu. Semoga waktu cepat berlalu, mengingat lembur yang juga tidak menambah uang saku.

Hingga akhirnya diskusi ini berujung kesimpulan. Para pegawai berhambur keluar ruangan. Ada istri yang ditunggui suaminya, ada ibu yang harus segera meninabobokkan balitanya, ada jejaka yang harus pulang ke kosan. Beberapa langkah dari gerbang kantor, tampak seorang lelaki tua dan seorang anak perempuan kecil sedang duduk berdua. Keduanya berpakaian lusuh dan compang-camping. Disampingnya ada gerobak berisikan sampah yang bisa didaur ulang atau dijual. Sang ayah memperdengarkan sebuah cerita kepada putrinya sehingga gadis kecil itu tertawa. Raut wajah bahagia tampak pada keduanya.

Perlahan seorang anak muda mendekati pak tua itu dan memberikannya selembar kertas bergambar Soekarno Hatta. Pak tua kemudian menatap dalam anak muda itu sembari mengucapkan terima kasih dengan menundukkan kepalanya sembari berdoa. Gadis kecil pun segera mengucapkan terima kasih, seakan sudah biasa dan terdidik mengucapkan kata itu setiap menerima kebaikan. Anak muda berlalu, namun tatapan pak tua kepadanya tak berpaling meskipun sudah tampak punggungnya saja. 

Semakin jauh langkah kaki si anak muda, semakin jauh perenungannya. Uap kantuk tak lagi dirasakan, justru air yang menguap dari sudut mata. Ada sesuatu yang ditahan-tahan. Benarkah kebahagiaan yang tengah mengukir raut wajah pak tua dan gadis kecil itu? Ternyata rasa syukur yang mengukir bahagia. Rasa syukur yang selalu membuat hati lapang.

Perihal negara memang tidak mudah. Namun malam itu menjadi peletakan batu pertama bagi sang anak muda untuk membangun benteng semangat, agar bekerja segiat-giatnya, dengan program yang sebaik-baiknya. Rasa syukur menjadi adukan semen supaya benteng itu kokoh. Dalam hatinya mengucapkan terima kasih kepada pak tua dan gadis kecil yang telah memberinya pelajaran berharga.

Jumat, 06 Oktober 2017

Naik Kereta Api Malang - Yogyakarta



foto oleh Mega Mutia Elza

Stasiun Malang Kotabaru Jumat malam itu disesaki oleh calon penumpang kereta api jurusan Yogyakarta. Saya perlahan-lahan menolehkan wajah ke kiri dan ke kanan, menyapukan pandangan. Kesendirian ini memberikan saya kesempatan untuk memperhatikan banyak hal, mulai dari segerombolan remaja yang saling menertawakan, dua sejoli yang sedang kasmaran, sampai yang seperti saya, sendirian.

Tak lama, kereta api yang ditunggu-tunggu pun tiba. Saya memasuki gerbong ekonomi. Ya, gerbong ekonomi! Saya tidak memiliki pilihan lain saat memesan di waktu yang mepet. Di gerbong ini, seorang penumpang harus duduk bersebelahan tanpa sekat dengan penumpang lainnya, belum lagi di depannya juga ada penumpang lain yang lututnya nyaris menyentuh lutut kita. 

Seorang pria duduk di sebelah saya, mengisi kursi yang telah ia sewa dengan harga Rp175 ribu untuk 7,5 jam ke depan. Beruntungnya, di depan kami belum ada penumpang yang naik sehingga bisa menselonjorkan kaki. Ia membuka percakapan dengan memperkenalkan diri, ternyata kami seumuran. Tidak butuh waktu lama untuk membuat kami akrab. Sepertinya kesendirian juga tidak abadi. Kerongkongan sampai kering saking cerita ini tidak ada habisnya.

Sesekali saya menoleh ke jendela, memperhatikan laju kereta api yang semakin kencang. Di depan mata, stasiun berganti jalan raya, kemudian berganti perumahan, dan berganti rerumputan. Syahdu sekali memandang ke luar meskipun minim cahaya.

Di sebuah stasiun persinggahan, dua penumpang-baru duduk di depan kami. Kaki yang selonjoran ditarik ke arah kolong kursi. Lutut ditekuk agar tidak beradu. Saya mencoba memejamkan mata meski tidak tidur. Mendekati Stasiun Tugu terdengar dentuman musik yang tak asing di telinga, Yogyakarta-nya Kla Project. “Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu”. Aah, meskipun perjalanan pertama ini tidak bisa disebut pulang, namun rindu memanggil saya datang.

Rabu, 20 September 2017

Pajak Bertilawah, Memulai dengan Kebaikan

Di sebuah akhir untuk sebuah awal, di suatu penghujung untuk suatu permulaan, ada suasana berbeda yang terlihat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Agenda penyambutan tahun baru Hijriyah kali ini spesial memang. Gagasan yang dimulai dalam kurun waktu cepat ternyata mampu menggerakkan lebih dari 300 unit kerja DJP berpartisipasi mengkhatamkan Alquran.

Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi tak ketinggalan menjadi bagian dari sejarah ini.  Satu pegawai satu juz. Beberapa pegawai bertilawah di ruang kerja, sebahagian lainnya di aula dan mushola. Suasana syahdu.

Teringat ceramah ustadz tadi pagi, yang beliau kutip dari Baginda Rasulullah SAW, bahwa sekalipun seseorang membaca Alquran dengan terbata-bata, ia mendapatkan 2 pahala, pahala membaca dan pahala kesulitannya, sehingga ia harus mengulang dan memperbaiki bacaan. Ah, betapa murahnya Allah melimpahkan pahala. Sekecil apapun kebaikan diperhitungkan.

Menyambut 1439 Hijriyah di depan pintu langit, mengetuk-ngetuk, kami datang Ya Allah. Di ujung surat An-Naas kami selipkan doa agar penerimaan negara ini tercapai. Mushaf itu kami letakkan di kening, kemudian kami tutup, dengan diiringi doa agar kami, pegawai DJP diberikan kekuatan untuk mengumpulkan "bahan bakar" mesin negara tercinta.

"DJP Satu Jiwa!", teriak sang punggawa. Ramadhan kita satu jiwa berbagi (Pajak Berbagi), Agustus kita satu jiwa bertutur (Pajak Bertutur), hari ini kita satu jiwa bertilawah (Pajak Bertilawah). Besok, masih kita satu jiwa, bersama melakukan kebaikan-kebaikan lainnya.

Minggu, 03 September 2017

Malam Adalah Obat



Nindya tidak suka malam. Baginya, malam adalah sebuah obat yang teramat pahit, yang pahitnya tak hilang bahkan setelah luruh di tenggorokan.

Malam, persekutuan antara gelap dan perenungan. Dengan cahaya yang tak begitu terang, Nindya menelusuri jejak kenangannya lagi dan lagi.

Malam, duet kesunyian dan kesendirian. Untuk itu ia hadirkan khayalan tentang seseorang, menemani dirinya sampai kantuk menghampiri.

Proses lakrimasi terjadi bersamaan dengan kelopak mata yang terlanjur berat. Hasilnya, sebuah sungai, tidak deras, mengalir dari pelupuk.

Malam memang obat yang sangat pahit, tapi pagi adalah sebuah kesembuhan.

Dialog 01.00



Luki: “Mau sampai kapan duduk di sini?”

Bianca: “Rasanya kota ini terlalu indah untuk tidur terlalu cepat.”

Luki: “Rasanya pagi juga terlalu indah untuk dilewati dengan bangun terlambat.”

Bianca: “Hei! Saya sudah bisa bangun pagi sekarang!”

Luki: “Hahaha. Syukurlah. Tugas saya sudah benar-benar selesai rupanya.”

Minggu, 27 Agustus 2017

Yuk, Mengisi Formulir Relawan Pengajar Kemenkeu Mengajar 2!

Deskripsi Pekerjaan
Memberikan bantuan hukum penanganan perkara di badan peradilan; memberikan pendampingan kepada pejabat, pegawai, pensiunan dan/atau mantan pegawai di lingkungan DJP, yang dimintai keterangan sebagai saksi/ahli/keterangan lain oleh aparat penegak hukum atau aparat lainnya; serta melakukan pengelolaan kinerja organisasi.

Apa peran pekerjaan Anda terhadap kehidupan bermasyarakat?
Saya menyadari status pegawai DJP yang saya sandang melekatkan pandangan global masyarakat terhadap organisasi DJP secara keseluruhan. Sebagai cermin paling kecil dari organisasi, saya berperan menjadi penyuluh hak dan kewajiban perpajakan masyarakat. Dimulai dari keluarga dan teman dekat, mereka adalah orang-orang pertama yang harus memahami bagaimana pembayaran dan pelaporan pajaknya. Terkait dengan deskripsi pekerjaan, saya ingin menunjukkan bahwa -pegawai DJP yang sudah melakukan tugas dan kewenangannya dengan itikad baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku-, yang kemudian diadukan/dilaporkan oleh pihak yang tidak senang terhadap proses administrasi sampai penegakan hukum pajak, layak untuk mendapatkan bantuan hukum. Saya sebagai agen bantuan hukum, ada bersama mereka para pejuang APBN yang diadukan/dilaporkan tersebut. Sehingga pihak yang tidak senang maupun masyarakat secara umum memahami bahwa aparat pajak tidak  main-main dalam menegakkan hukum demi mengumpulkan bagian dari penerimaan negara ini.

Ceritakan kejadian paling mengesankan semasa Anda menjalani pekerjaan/pendidikan!
Sebagai penyandang gelar Sarjana Hukum, surat keputusan penempatan saya di Subbagian Bantuan Hukum, Pelaporan, dan Kepatuhan Internal Agustus 2016 silam merupakan hal yang paling mengesankan selama saya bekerja. Banyak pengalaman-pengalaman yang tidak pernah saya dapatkan selama perkuliahan. Jika bangku kuliah mematangkan teori, maka kursi di depan layar komputer saya sekarang ini menemani saya mengonsep sebuah Jawaban atas Gugatan/Praperadilan atas kasus nyata. Melangkah ke luar kantor menuju kantor polisi, ombudsman, sampai pengadilan merupakan cerita menarik dalam menjalani pekerjaan.

Mengapa Anda ingin berpartisipasi di Kemenkeu Mengajar?
Karena ini adalah kali pertama, saya ingin menambah pengalaman dan menantang diri saya untuk menjadi relawan pendidikan. Bangga menjadi bagian dari misi pencerdasan kehidupan bangsa, terutama para pelajar yang merupakan penerus bangsa tercinta.

Value/nilai positif yang Anda ingin sampaikan kepada para siswa?
Saya ingin menyampaikan kepada para siswa bahwa menjadi apapun yang mereka cita-citakan nanti, jadilah bangsa yang taat membayar pajak dan tidak korupsi. Karena mengamankan keuangan negara ada di pundak kita bersama, sekecil apapun peran itu.

Rencana aktivitas apa yang akan dilakukan untuk menginspirasi siswa tentang profesi Anda atau peran Kementerian Keuangan?
Memberikan materi, mensimulasikan melalui permainan/games, dan menyanyi.

Materi apa saja yang akan disampaikan kepada siswa terkait dengan tugas fungsi Kemenkeu pada saat pengajaran?
Pengertian Pajak; Manfaat Pajak; Antikorupsi.

Media/alat peraga apa saja yang akan disiapkan untuk mendukung pengajaran nanti?
Laptop dan proyektor.