Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: Oktober 2016

Minggu, 16 Oktober 2016

Tanya Kapan Nikah, Bentuk Bullying?





“29 tahun, cantik, mapan, mandiri, hari gini masih single?”
“Sudah kepala tiga, wanita seperti apa yang ingin kamu cari?”

Titik di tanda tanya itu, seketika berubah menjadi ujung paku yang menancap dalam. Dalamnya sampai ke endokardium. Sebuah pertanyaan yang jamak dipertanyakan. Bentuknya berbeda-beda, mulai dari kenapa masih single, apakah belum kepikiran untuk berumah tangga, sampai kapan nikah.

Iseng, menjadi alasan bagi “kuli tinta dadakan” ini. Atau memang latah, karena si penanya hanya ikut-ikutan trend,  merasa gak afdhol jika tidak menanyakan hal tersebut kepada seorang single. Di tiap kondangan, bertanya kamu kapan. Di media sosial, berkomentar kok difotonya sendirian. Bahkan melihat truk pun langsung nyeletuk “Truk aja gandengan, masa kamu enggak?” Waaahhhh…

Yang lebih parah lagi, di setiap reunian atau pertemuan dengan relasi,  si single dijadikan bahan jualan. “Kenalin donk sama teman kamu, kasian dia masih jomblo!” atau “Di kantormu ada yang masih single gak?”

Di antara kita, mungkin ada yang mirip dengan si penanya. Tidak ada mens rea (sikap batin) yang jahat di balik pertanyaan tersebut. Namun jangan hanya dilatarbelakangi keisengan maupun kelatahan, kita menanyakan sesuatu yang sebenarnya juga tidak bisa dijawab oleh si single. Kita tidak tahu kisah pilu apa yang pernah hadir di masa lalu mereka. Kita tidak bisa meminjam hati mereka untuk merasakan sulitnya menyembuhkan luka. Kita tidak mafhum bagaimana mereka berjuang untuk mendapatkan cinta dari yang terkasih. Kita tidak bisa menyamakan diri kita yang cepat dipertemukan jodohnya dengan mereka yang masih menunggu. Oleh sebab itu, berhentilah iseng dan latah menyerbu mereka dengan pertanyaan kapan nikah dan rekan-rekannya. Tidakkah kata-kata itu bagian dari bullying? Meminjam kalimat The Mighty, “It’s silent anxiety attacks, hidden by smiles”.

(gambar di atas via www.hipwee.com)

Minggu, 09 Oktober 2016

Menjadi Petugas Call Center Amnesti Pajak




“Layanan Amnesti Pajak Kanwil DJP Sumbar dan Jambi, dengan Febby, Selamat Pagi!”


Senyum mengembang, tatapan penuh percaya diri. Hari ini saya siap menjadi petugas call center. Layanan yang mulai aktif pada bulan Agustus 2016 ini merupakan hal yang baru bagi Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi. Petugasnya tak lain dan tak bukan adalah pegawai organik dari instansi sendiri. 

Mengapa Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi dan seluruh Kanwil DJP di Indonesia membuka line khusus untuk amnesti pajak? Ternyata call center amnesti pajak pada Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan DJP tidak dapat membendung animo masyarakat yang dahaga informasi. Banyaknya asumsi salah kaprah yang menyesatkan bagaikan gaung atau bunyi pantul yang terdengar bersamaan dengan informasi yang benar. Masyarakat parno, seakan amnesti pajak sebagai wadah untuk menutupi kejahatan korupsi dan pencucian uang. Masyarakat ragu, apakah amnesti pajak suatu kewajiban atau bukan. Keracauan informasi yang beredar ini tentunya membuat masyarakat ingin mendapatkan informasi yang akurat. Namun sayangnya, line 1500-745 sibuk melulu. Bahkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, 15 kali gagal menghubungi nomor layanan plat merah tersebut.

Melalui saluran 08116685500 (WhatsApp dan telepon) serta  087895423303 (telepon), diharapkan wajib pajak atau calon wajib pajak di wilayah Sumatera Barat dan Jambi maupun yang mengetahui nomor tersebut dapat menuntaskan tanyanya menyoal amnesti pajak kepada petugas call center lokal. Pada Agustus silam, peminat layanan ini sepi. Namun menjelang akhir periode I amnesti pajak, kuantitas telepon semakin meningkat. Tak sampai 2 menit setelah penelepon mengakhiri telepon dengan salam, segera menyambung penelepon berikutnya. Begitu pula dengan pertanyaan melalui WhatsApp yang membludak.

          Pertanyaan yang diajukan beraneka, mulai apa itu amnesti pajak, utang yang diakui terkait harta perolehan, nilai kurs, kelengkapan dokumen, sampai curhat wajib pajak yang memiliki penghasilan di bawah PTKP. Sebelum bertugas, tentunya para pegawai telah dilatih untuk menjawab telepon serta menangani berbagai macam pertanyaan. Standar Operational Prosedur dalam mengangkat telepon adalah menyebutkan nama instansi, nama petugas, dan salam. Kemudian dilanjutkan dengan menanyakan nama penelepon. Petugas tidak dibenarkan hening, melainkan harus mengucapkan baik atau iya sambil mendengarkan penelepon berbicara. Jika ada pertanyaan yang tidak dapat dijawab di internal kantor, maka pertanyaan akan dieskalasi maksimal 2 hari kerja.


Penelepon 1
Petugas: “Layanan Amnesti Pajak Kanwil DJP Sumbar dan Jambi, dengan Febby, selamat pagi!”
Penelepon: “Selamat pagi! Saya mau tanya tentang tax amnesty
Petugas: “Baik, sebelumnya dengan Ibu siapa saya berbicara?”
Penelepon: “Dengan Mellisa”
Petugas: “Ibu Mellisa, tax amnesty atau pengampunan pajak adalah…”
Penelepon: “Saya kan punya NPWP di Jakarta, Mbak. Tapi sekarang saya sudah berdomisili di Padang”
Petugas: “Iya Ibu.”
Penelepon: “Lalu di mana saya harus melaporkan SPH saya?
Petugas: “Ibu Mellisa dapat melaporkan SPH di Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi, Jl. Khatib Sulaiman No. 53, Padang.”
Penelepon: “Oke saya akan segera melaporkannya.”
Petugas: “Baik, ada lagi yang dapat kami bantu Ibu Mellisa?”
Penelepon: “Cukup.”
Petugas: ”Terima kasih Ibu Mellisa, selamat pagi dan selamat beraktivitas.”

Penelepon 2
Petugas: “Layanan Amnesti Pa…”
Penelepon: “Halo, Assalamu'alaikum”
Petugas: Wa’alaikumsalam. Layanan Amnesti Pajak Kanwil DJP Sumbar dan Jambi, dengan Febby, ada yang bisa dibantu?
Penelepon: “Ya, saya mau bertanya apa itu amnesti pajak?”
Petugas: “Baik, sebelumnya dengan Bapak siapa saya berbicara?”
Penelepon: “Saya polisi”
Petugas: (maksud saya nama Bapak T_T)