Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: September 2014

Selasa, 23 September 2014

Menapak Ibis di Traktiran Mega



             
Lama tak bersua, tiga sekawan yang menamakan kubunya dengan CICAK bersepakat untuk bertemu. CICAK adalah nama random yang tercaplok begitu saja ketiga tiga sekawan ini melewati indahnya masa kuliah (2009-2013). Anggota CICAK terdiri dari Mega, Anes, dan Febby (saya sendiri). Kini CICAK tidak bertiga lagi tetapi sudah ada CICAK and Friends :-)
            Oke, prolognya kelamaan. Pertemuan kami sesuai rencana diadakan di Simpang Pasar Baru. Anes bawa motor sendiri sementara saya dibonceng Mega. Motor saya ditinggalkan di tempat service. Kondisi seperti ini membuat saya terngiang akan masa di mana saya belum bisa mengendarai motor. “Puteri Nebeng” adalah julukan yang melekat pada saya. Saya selalu “menempel” pada pengendara motor yang menyisakan jok di belakang punggungnya.
            Oh ya, saya melihat beberapa perubahan penampilan sahabat saya ini. Si Tomboy Panggalak Gadang, Anes, memakai wedges yang tingginya sekitar 5 cm. Kemudian jilbab si Mega sudah mulai menampakkan keningnya ditambah kacamatanya yang semakin besar saja.
Di perjalanan, Mega mengutarakan hasrat terpendamnya untuk makan di Skyline Hotel Ibis. Ia menawarkan akan mentraktir. Kata orang Minang “kancang ka perai”, segera kami mengiyakan. Setiba di Ibis, kami salah memarkir motor. Ternyata parkir motor ada di halaman depan. Bergegas kami menuju lantai 13.
            Ini rupanya yang disebut Skyline, restoran tertinggi di Kota Padang. Anda dapat menikmati pemandangan laut dan gunung sekaligus. Memasuki teras hotel, anda beradapan langsung dengan Samudera Hindia.
            Kami pun duduk di meja yang paling sudut. Pelayan memberikan menunya. Seketika Mega langsung mesem-mesem melihat harga menunya. Wajah saya berusaha tetap cool namun Anes tertawa-tawa melihat wajah Mega sehingga saya tidak bisa benar-benar stay cool. “Oke, pesen aja, By, Nes,” ujar Mega. Akhirnya masing-masing kami memesan steak seharga Rp 75.000 dan teh es seharga Rp 22.000. Belum termasuk pajak restoran. Mega tampak  menarik nafas. Hahaha, siapa suruh penasaran ama Skyline. Soal rasa, sedap lah, Ibis gitu lho!
            Sebenarnya sih si Mega ini dari kalangan mampu. Mungkin mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Indonesia ini hanya berpura-pura shock atau mungkin sebagai anak kos di rantau orang ia benar mengalami defisit. Entahlah, yang jelas Mega bukan orang yang memiliki ekspresi datar. Dalam setiap kejadian ia selalu ekspresif. Itu yang saya suka. Hahaha. Kelak kalau sudah jadi “orang”, semua ini akan terasa murah kawan. Bersabarlah. Semangat buat Mega, Anes, dan saya sendiri.
            Di dalam ruangan, kami sempat mengambil beberapa foto. Berikut kenarsisan kami: