Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: April 2014

Minggu, 13 April 2014

Bekas Hujan



Aku berjalan menapaki aspal basah bekas rintikan hujan yang baru saja reda. Sambil berjalan, aku digoda oleh semilir angin yang terus meniup mesra ujung rambutku. Ketika lewat di bawah pohon, kadang dedaunannya menumpahkan tetesan hujan yang menambah basah bajuku yang memang sudah basah kuyup. Tatapanku hanya kosong sambil terus berjalan.
Sebuah mobil Nissan Juke B 80 NA  melaju kencang sehingga genangan air di pinggir jalan terciprat ke arah rok yang ku kenakan. Rok berwarna hijau mint dengan kesan vintage itupun menjadi sedikit bercorak. Corak lumpur abstrak, lumayan. Aku berhenti sejenak membersihkan noda ini dengan kucuran air dari keran yang kebetulan berada di pinggir trotoar.
Setelah cukup bersih, aku melanjutkan perjalananku, perjalanan tanpa arah. Sayup-sayup kulihat seorang pria yang kukenal dari kejauhan, Tidak, tidak sekedar kenal. Tapi aku pernah sangat mencintainya. Tidak, tidak sekedar pernah namun sampai sekarang tak dapat dipungkiri aku masih mencintainya. Ia bersama seorang wanita. Pria itu memeluknya erat.
*flashback 1 jam yang lalu
“Frey, kita udahan ya.”
“Maksud kamu, Ndre?”
“Nina udah pulang dari studinya di Amsterdam, aku balik sama dia lagi yah. Sesuai perjanjian awal kita, kita back street cuma untuk 1 tahun, setelah Nina kembali, kita akhiri hubungan ini.”
“Aku udah jatuh cinta sama kamu, Ndre. Kenapa gak Nina aja yang kamu tinggalin demi aku!”
“Freyaaaaa, keluarga aku sama keluarga Nina sedang nentuin tanggal pernikahan kami. Lagipula 1 tahun ini kita sekedar “senang-senang” doank kan? Jangan anggap serius gitu donk, Frey!”                                                                      
Kemudian dia meninggalkanku begitu saja di tepi trotoar. Hujan perlahan turun, tahu saja aku ingin jerit tangisku tidak terdengar. Orang-orang yang tadi tengah berlalu lalang di depanku berlari menghindari hujan. Aku tetap ingin di sini, agar air mataku membaur dengan hujan. Kemudian jatuh dan meresap di sela-sela tanah. Harusnya aku sudah sadar dari awal kalau hubungan yang dimulai dengan tidak baik akan berakhir pula dengan tidak baik.

*kembali ke alur cerita
Aku hanya menatap sepasang kekasih itu dari kejauhan. Air mataku memang telah mengering bersama terhentinya hujan. Di hadapan semesta aku berjanji, untuk bangkit dari keterpurukan ini dan memulainya dengan baik lagi, bersama pria yang benar-benar mencintaiku.
“Tiin, tiin.”
“Mbak, maaf tadi kecipratan becek yah. Duuh sekali lagi maaf yah. Untung saya masih bisa nemuin Mbak, ternyata gak jauh dari tempat tadi. Niatnya sih masa bodo’, tapi sampai simpang saya balik lagi, gak enak hati.”
Seorang pria berkaca mata pemilik Nissan Juke menghampiriku. (Febby Mellisa)