Waktu
kecil, cita-citaku mjd seorang dokter di rumah sakit jiwa. Bisa memberikan kebahagiaan pada mereka,
akan memberikan kebahagiaan pada diriku. Bergaul dgn mereka yang ‘gila’,
mungkin bisa mencegahku mjd ’orang gila’.
Ayahku adalah seorang
hakim. Bgmn rasanya jd anak seorang hakim? WOW!!SUBHANALLAH!!
Padangsidempuan(Sumut),
ayahku nyaris ditembak mati. saat ayah turun dari mobil, ada keluarga terdakwa
yg mengintai, mengacungkan pistol, siap menembak, ntah malaikat apa yg ada di
pikirannya, niat itu diurungkan (menurut teori objektif, bukan percobaan
kejahatan karena belum ada pelaksanaan).
Kalianda (Lampung),
ada bbrpa org yg datang ke rumah. Muka manis ekor berkudis! Bawa sekantong
plastik berisi apel, diberikan padaku. Aku yg masih polos (kalo inget waktu itu
pengen gw lemparin ke muka org itu biar bonyok) segera menyambar apel tsb,
krach, krach, krach. Manis sekali, semanis permainan licik org yg
memberikannya. Org tsb pamit dari rumahku. Ternyata di meja ada amplop, isinya,
WOW!!! Puluhan duit merah memerahkan mata kami sekeluarga.
Seorang hakim atau qadhi (dalam bahasa Arab) harus berlaku benar dalam menegakkan hukum, walaupun terhadap diri sendiri dan keluarganya. Tidak ada KKN dalam menegakkan kebenaran. Tidak juga memandang warna kulit, suku bangsa, agama, apalagi jabatan. Sebab, fungsi hakim sebagai penegak hukum bagi setiap insan.
Akhirnya uang tsb dikembalikan. Walhasil, mereka mengancam
akan melempari rumah kami dgn batu bertruk-truk (kebanyakan duit tuh org buat
beli batu). Selama 1 minggu rumahku diawasi polisi secara diam2 yg
mondar-mandir dari ujung k ujung jalan. Alhamdulillah, org tsb mengurungkan
niatnya.
Jeneponto (SulSel), alhamdulillah ayah diangkat jd ketua
pengadilan negeri. Nah ini kota paling ok!
Ada seseorang yang karena perbuatannya diancam hukuman penjara. Eh dia nyogok ayah pake sebuah
mobil keluaran terbaru tinggal pilih. Wah, dah kaya nawarin permen sbg pengganti recehan di barak aja. Sogokan itu
ditolak! Skrg orang itu kabarnya ngajuin banding ke Pengadilan Tinggi
Makassar.
Ada lagi, karena
sering sakit2tan, ayah pingsan di kantor trus dilarikan ke RS di Makassar pk
ambulans. Temen2ku tau soal itu karena sempet santer kabarnya. Namanya jg
cobaan, saat itu ada eksekusi tanah di Kecamatan Kelara, polisi menjaga tanpa
alat pengaman, akhirnya 1 org polisi ditusuk parang oleh warga yg mengamuk. Kasian keluarga polisi itu, anaknya masih
kecil. Beliau dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Jeneponto. Kami gak tau apa2, ayah lg dirawat. Di
rumah hanya ada aku, vivi, dan nenek. Tiba2 Kepala Bank BRI datang ke rumah,
kami disuruh ngungsi di rumahnya. Ya Allah, aku takut sekali. Lagi2 rumahku terancam jd sasaran demo. Kini
polisi menjaga ketat rumahku dari halaman rumah sampai jalan. Ada puluhan
polisi berjaga selama 1 minggu. Badai pasti berlalu...
Cita2ku mjd
hakim. Aku bukanlah manusia yang pemberani. Aku bukan pula manusia yang paling adil. Namun
hati terus mempertahankan niat ini. Karena aku tak ingin hidupku biasa2 saja. Tadi om ku yg dari Jakarta
datang. Beliau tanya ” Feby berani terima duit?” Aku jwb ”Tidak!” Kt om ”Kalo
gak berani terima duit, gak usah jd hakim! Lihat papi (panggilan untuk ayahku), gak mau terima
duit, penakut! Akhirnya?
Sering sakit, sering stres. IP Feby berapa?” Aku jwb ”3,87” Kt om ” IP 3,5 di
hukum sama dengan IP 2,5 di teknik. Jd Feby harus giat belajar, ntar kerja di
Jakarta. Kalo di Jakarta IP
di bawah 3,5 gak laku! Jangan mau hidup penuh tekanan dgn jd hakim!”
Ingin
menangis rasanya. APA ADA YANG SALAH DENGAN CITA2KU? Tapi kucoba ambil hikmahnya, anggap ini sebuah
motivasi untuk ketegaran jiwaku. Alkisah, Abunawas saat ditawarkan mjd qadhi
oleh Sultah Harun Al-Rasyid, beliau menolak. Ketika ayahnya yang seorang qadhi
meninggal, beliau mencium telinga ayahnya. Yang kanan berbau harum dan yang
kiri berbau busuk. Jika mjd qadhi, kita harus mendengarkan versi dari kedua
belah pihak, tak boleh pilih2.
Menjadi hakim
memang sangat berat, sebab jika ia berlaku adil dalam memutuskan perkara, maka
akan banyak tantangannya. Sebaliknya, bila ia curang dalam mengambil keputusan,
maka neraka menjadi tempat tinggalnya kelak. ''Barangsiapa menjadi hakim, maka
sungguh ia disembelih dengan tanpa (menggunakan) pisau.'' (HR Abu Daud dan
At-Tirmidzi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar