Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: SALAHKAH CITA-CITAKU?

Sabtu, 21 April 2012

SALAHKAH CITA-CITAKU?


Waktu kecil, cita-citaku mjd seorang dokter di rumah sakit jiwa. Bisa memberikan kebahagiaan pada mereka, akan memberikan kebahagiaan pada diriku. Bergaul dgn mereka yang ‘gila’, mungkin bisa mencegahku mjd ’orang gila’.

Ayahku adalah seorang hakim. Bgmn rasanya jd anak seorang hakim? WOW!!SUBHANALLAH!!

Padangsidempuan(Sumut), ayahku nyaris ditembak mati. saat ayah turun dari mobil, ada keluarga terdakwa yg mengintai, mengacungkan pistol, siap menembak, ntah malaikat apa yg ada di pikirannya, niat itu diurungkan (menurut teori objektif, bukan percobaan kejahatan karena belum ada pelaksanaan).

Kalianda (Lampung), ada bbrpa org yg datang ke rumah. Muka manis ekor berkudis! Bawa sekantong plastik berisi apel, diberikan padaku. Aku yg masih polos (kalo inget waktu itu pengen gw lemparin ke muka org itu biar bonyok) segera menyambar apel tsb, krach, krach, krach. Manis sekali, semanis permainan licik org yg memberikannya. Org tsb pamit dari rumahku. Ternyata di meja ada amplop, isinya, WOW!!! Puluhan duit merah memerahkan mata kami sekeluarga.

Seorang hakim atau qadhi (dalam bahasa Arab) harus berlaku benar dalam menegakkan hukum, walaupun terhadap diri sendiri dan keluarganya. Tidak ada KKN dalam menegakkan kebenaran. Tidak juga memandang warna kulit, suku bangsa, agama, apalagi jabatan.
Sebab, fungsi hakim sebagai penegak hukum bagi setiap insan.

Akhirnya uang tsb dikembalikan. Walhasil, mereka mengancam akan melempari rumah kami dgn batu bertruk-truk (kebanyakan duit tuh org buat beli batu). Selama 1 minggu rumahku diawasi polisi secara diam2 yg mondar-mandir dari ujung k ujung jalan. Alhamdulillah, org tsb mengurungkan niatnya.

Jeneponto (SulSel), alhamdulillah ayah diangkat jd ketua pengadilan negeri. Nah ini kotapaling ok!

Ada seseorang yang karena perbuatannya diancam hukuman penjara. Eh dia nyogok ayah pake sebuah mobil keluaran terbaru tinggal pilih. Wah, dah kaya nawarin permen sbg pengganti recehan di barak aja. Sogokan itu ditolak! Skrg orang itu kabarnya ngajuin banding ke Pengadilan Tinggi Makassar.

Ada lagi, karena sering sakit2tan, ayah pingsan di kantor trus dilarikan ke RS di Makassar pk ambulans. Temen2ku tau soal itu karena sempet santer kabarnya. Namanya jg cobaan, saat itu ada eksekusi tanah di Kecamatan Kelara, polisi menjaga tanpa alat pengaman, akhirnya 1 org polisi ditusuk parang oleh warga yg mengamuk. Kasian keluarga polisi itu, anaknya masih kecil. Beliau dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Jeneponto. Kami gak tau apa2, ayah lg dirawat. Di rumah hanya ada aku, vivi, dan nenek. Tiba2 Kepala Bank BRI datang ke rumah, kami disuruh ngungsi di rumahnya. Ya Allah, aku takut sekali. Lagi2 rumahku terancam jd sasaran demo. Kini polisi menjaga ketat rumahku dari halaman rumah sampai jalan. Ada puluhan polisi berjaga selama 1 minggu. Badai pasti berlalu...
                        
Cita2ku mjd hakim. Aku bukanlah manusia yang pemberani. Aku bukan pula manusia yang paling adil. Namun hati terus mempertahankan niat ini. Karena aku tak ingin hidupku biasa2 saja. Tadi om ku yg dari Jakarta datang. Beliau tanya ” Feby berani terima duit?” Aku jwb ”Tidak!” Kt om ”Kalo gak berani terima duit, gak usah jd hakim! Lihat papi (panggilan untuk ayahku), gak mau terima duit, penakut! Akhirnya? Sering sakit, sering stres. IP Feby berapa?” Aku jwb ”3,87” Kt om ” IP 3,5 di hukum sama dengan IP 2,5 di teknik. Jd Feby harus giat belajar, ntar kerja di Jakarta. Kalo di Jakarta IP di bawah 3,5 gak laku! Jangan mau hidup penuh tekanan dgn jd hakim!”

Ingin menangis rasanya. APA ADA YANG SALAH DENGAN CITA2KU?  Tapi kucoba ambil hikmahnya, anggap ini sebuah motivasi untuk ketegaran jiwaku. Alkisah, Abunawas saat ditawarkan mjd qadhi oleh Sultah Harun Al-Rasyid, beliau menolak. Ketika ayahnya yang seorang qadhi meninggal, beliau mencium telinga ayahnya. Yang kanan berbau harum dan yang kiri berbau busuk. Jika mjd qadhi, kita harus mendengarkan versi dari kedua belah pihak, tak boleh pilih2.

Menjadi hakim memang sangat berat, sebab jika ia berlaku adil dalam memutuskan perkara, maka akan banyak tantangannya. Sebaliknya, bila ia curang dalam mengambil keputusan, maka neraka menjadi tempat tinggalnya kelak. ''Barangsiapa menjadi hakim, maka sungguh ia disembelih dengan tanpa (menggunakan) pisau.'' (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar