“Semoga anakku yang pemberani,
yang jauh merantau ke negeri-negeri
igauan
menemukan jalan untuk pulang;
pun jika aku sudah lapuk dan karatan.
Tapi tubuh sudah begitu jauh mengembara.
Kalaupun sekali datang hanya
untuk menabung luka.
Dan ketika akhirnya pulang ia
sudah mayat tinggal rangka.”
Joko Pinurbo
Pagi ini saya dibangunkan oleh kabar duka dari seorang teman, 22
tahun, yang baru saja kehilangan ayahnya.
Kemarin lusa ia sudah mendarat di kampung halamannya, sebuah kota di
Jawa Timur, untuk melihat sang ayah yang sedang terbaring lemah. Menempuh 2
(dua) kali perjalanan dengan pesawat terbang ditambah jalan darat, ia mendampingi ayahnya di deru nafas terakhir, denyut nadi
penutupan.
Lain cerita dengan teman saya
yang satunya lagi, kala itu 24 tahun. Dengan pedih, jarak hanya mampu
mempertemukannya dengan sekumpulan orang-orang yang sedang yasinan, karena ia tiba keesokan harinya setelah sang ayah
dikebumikan. Kepada jenazah ayahnya yang tak pernah ia lihat, ia hanya bisa
memanjatkan doa.
Anak rantau, kalian kuat! Negara
memang tak membayar lebih untuk jarak. Tapi pengabdian kalian sudah sampai
tahap memahami, bahwa rindu tak selalu bermuara kata pulang. Perjuangan kalian
di sini, akan membuat sang ayah bangga di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar