Corgito
ergo sum (aku berfikir maka aku ada). Adagium filsuf Yunani Kuno
dari Descrates tersebut menjadi salah satu acuan hidup bagi Roman Delas
Manurung. Cowok asli Tapanuli Selatan yang biasa dipanggil Roman ini baru saja
mengharumkan almamater hijau di kancah nasional. Dalam ajang bergengsi, Lomba
Debat Konstitusi Tingkat Nasional 2011, Roman berserta Naila Fauzanah Nasution
dan Ari Wirya Dinata berhasil menyabet juara II.
Roman
yang merupakan Koordinator Divivsi Informasi dan Komunikasi Lembaga Advokasi
Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM&PK) ini mengatakan bahwa sejak
kecil ia adalah tipikal anak yang tidak bisa menerima suatu pemberian, perintah,
sistem, dan aturan begitu saja. Ia suka bertanya pada orang-orang yang dapat
menginspirasinya. Percaya diri menjadi modal utama cowok kelahiran Bukit
Tinggi, 5 April 1990 ini.
Suatu hari ada momentum ia
dipanggil oleh Komisi Disiplin Fakultas Hukum Unand terkait aksi yang dilakukan
aktivis LAM&PK. Ia yang diancam diancam akan dikenai sanksi malah berbalik
bisa memukau perhatian sang dosen yang memuji caranya menjelaskan persoalan.
Akhirnya dosen tersebut merekomendasikan
cowok yang hobi diskusi ini untuk mengikuti seleksi tim debat untuk Lomba Debat
Konstutusi 2010 yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi.
Ia digembleng dengan materi-materi
ilmu hukum, tata cara berbicara, hingga runtut argumentasi dan logika hukum
yang sebaiknya digunakan dalam berargumentasi. “Sulit memang, karena dengan
status mahasiswa angkatan pertama sudah harus menyaring materi ilmu hukum
semester sesepuh. Tapi kehadiran senior-senior saya yang selalu membentengi
saya dan memberi saya semangat sehingga saya menikmati proses tersebut, meski
dihujani rasa putus asa dan minder,” ujarnya. Ketika hari penentuan pemilihan
tim inti akan dimulai melaui seleksi ketat oleh para guru besar dan beberapa
perwakilan dosen, ia mendapat musibah kemalingan tas beserta seluruh isinya
termasuk laptop, handphone, dan kamera.
Ujian berat ini cukup membuatnya menyerah dengan tidak mengikuti seleksi akhir.
Ia mencoba ikhlas dan mendoakan senior-senior terpilih agar bisa memberikan
yang terbaik bagi kampus ini. Namun Unand harus berlapang dada mengakui
keunggulan universitas lain karena kalah di babak penyisihan di tingkat
nasional.
“Ketika kita merencanakan
sesuatu dengan matang bahkan ‘terobsesi’ untuk meraihnya, cenderung Tuhan
berkata lain. Pada saat itu manusia sadar bahwa rencana Tuhanlah yang terbaik.
Apa yang sudah kita persiapkan dengan matang hanyalah menjadi instrumen untuk
menuju rencana Tuhan tersebut,” ujar Roman. Fakultas Hukum Unand kembali
mengadakan ‘sayembara’ di tahun 2011 untuk mencari bibit-bibit baru. Roman mengikuti
seleksi tersebut dengan motivasi bisa menjadi perwakilan tim debat dan menjadi
bahagian dari ‘Tim Ninja’ (julukan Unand yang diberikan oleh Bapak Ilhamdi
Taufik, dosen Fakultas Hukum Unand) yang
akan mencetak sejarah melawan arus ‘The Seven Samurai’ (julukan bagi 7
universitas terbaik yang menjadi momok dalam lomba debat konstitusi).
Banyak sekali proses
mulai dari persipan sekecil-kecilnya seperti jadwal sarapan dan olahraga,
sampai pada jadwal ‘melahap’ buku, berdebat, berdiskusi, dan sebagainya. Bahkan
misscommunication antara tim dengan
pembina mewarnai perjalanan persiapan debat. Siapa mengira bahwa mereka
mengalami saat-saat depresi dan merasa berada pada titik nol ketika akan mulai
bertanding pada tingkat regional I se-Sumatra. Namun semua strategi matang yang
telah disusun pembina sekaligus senior-senior Fakultas Hukum Unand (Fery
Amsari, Charles Simabura, Suharizal, Fahmi, Rekfy Saputra, Ilham Kurniawan,
Dini Wahyuni, Zhauri, dan lain-lain tanpa disebutkan satu per satu) membangkitkan
aura tim dengan slogan sakral Unand "Untuk kejayaan Universitas Andalas, Lambuik!" Bahkan strategi dalam
menempatkan supporting team (Imah,
Dudi, Fadli, dan Cecep) sebagai ‘tim pengintai’ yang menyusun siasat dan
memberikan informasi gambaran tim lawan membuat tim Fakultas Hukum Unand paling
diwaspadai oleh tim dari universitas lain.
Pada babak final Lomba Debat Konstitusi
Regional I mempertemukan Unand vs USU
setelah Unand memenangkan 4 pertandingan sebelumnya melawan Universitas Jambi, Universitas Bung Hatta, Universitas Lampung, dan Universitas Islam Riau. Dengan dukungan luar biasa dari segenap civitas akademika yang membanjiri ruangan peradilan semu (tempat penyelenggaraan) bahkan sampai keluar lokasi pertandingan sangat berperan membangkitkan rasa percaya diri tim. Dengan tema ‘Perluasan Kewenangan MK dalam Memutus Sengketa Pemilukada’, Unand sebagai tim kontra menang dengan skor 6-1.
setelah Unand memenangkan 4 pertandingan sebelumnya melawan Universitas Jambi, Universitas Bung Hatta, Universitas Lampung, dan Universitas Islam Riau. Dengan dukungan luar biasa dari segenap civitas akademika yang membanjiri ruangan peradilan semu (tempat penyelenggaraan) bahkan sampai keluar lokasi pertandingan sangat berperan membangkitkan rasa percaya diri tim. Dengan tema ‘Perluasan Kewenangan MK dalam Memutus Sengketa Pemilukada’, Unand sebagai tim kontra menang dengan skor 6-1.
Selama persiapan debat,
Roman dan rekan-rekannya dikarantina di mess Unand. Hal itu membuat mereka jadi
lebih mengenal satu sama lain. Ibarat mendapat keluarga baru, mereka saling
berbagi cerita, tertawa, bahkan menangis. Pengorbanan waktu, tenaga, dan
pikiran tak membuat mereka menyerah. Bagi Roman, prestasi yang mereka peroleh
tak akan berarti apa-apa tanpa dukungan rekan-rekan dan dosen-dosen Fakultas
Hukum Unand, semua adalah bagian dari kemenangan ‘Kampus Merah’ (julukan untuk
Fakultas Hukum Unand).
Di tingkat nasional, terdapat
24 universitas perwakilan dari 6 regional se-Indonesia yang berhasil merebut
‘tiket’ masuk dan akan bersaing di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Tim
debat Fakultas Hukum Unand menjadi salah satu tim favorit sehingga di tempatkan
di group H bersama Universitas Haluoleo dan Univeritas Sriwijaya) untuk babak
penyisihan. Tim debat Fakultas Hukum Unand memenangkan semua pertandingan babak
penyisihan sampai semi final.
Babak penyisihan yaitu
Unand-kontra vs Universitas Haluoleo-pro: Koalisi dalam Sistem Presidensial, Unand-pro
vs Universitas Sriwijaya-kontra: Pemilihan Gubernur oleh DPRD. Babak seperempat
final yaitu Unand-pro vs Universitas Muhammadiyah Malang-kontra: Asas Tunggal
Pancasila. Babak semi final yaitu Unand-kontra vs Universitas Padjajaran-pro:
Progresivitas Putusan MK. Akhirnya pada babak final mempertemukan Unand-kontra
vs UGM-pro: Hukuman Mati bagi Koruptor. Rasa tidak percaya, haru, dan bangga menyelimuti
perasaan mereka.
Semangat dari dosen-dosen, alimni, dan
rekan-rekan, membuat tenang dan bangga membawa almamater hijau ke depan
panggung debat intelektual kaum terpelajar, kaum reformis, kaum generasi muda,
mahsiswa-mahasiswa dari belahan daerah yang hadir pada saat itu di hadapan 9 dewan
juri terpilih, para pengamat hukum, pakar hukum, dan dosen-dosen berbagai
universitas, sampai pada mantan dan hakim Mahkamah Konstitusi. “Kami tumpahkan
secercah harapan baru di tengah bobroknya kondisi hukum yang sedang tidur pada
hari ini. Hukum yang sedang membungkuk diterpa angin korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk menunjukan bahwa kita semua mahasiswa pada hari ini bersatu untuk bersiap
menjadi calon pemimpin masa mendatang,” ujar Roman mantap. Tidak ada yang
menang atau yang kalah dalam kompetensi ini. Yang ada hanyalah kejayaan untuk
menebar benih-benih konstitusionalisme pada segenap bangsa Indonesia dari Sabang
sampai Merauke. (Febby Melli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar