“Barangsiapa bangun untuk memberikan
sesuatu kepada orang miskin, setiap langkahnya menuju kepada si miskin itu akan
menghapuskan satu kejahatan. Apabila ia meletakkannya di atas telapak tangan si
peminta sedekah lalu kembali duduk di tempatnya, setiap langkahnya akan
menghapuskan sepuluh kejahatan". Sebagaimana dalam Al-Kanz.
---
Sudah lama aku tinggal di kota ini. Kota dengan semboyan “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.” Mayoritas penduduknya beragama muslim. Aku hidup di tengah hiruk pikuk orang-orang sibuk. Zaman kini perbedaan status sosial kian menjamur. Aku yakin bahwa aku tak lebih dari sampah bagi sebagian besar elitarian.
‘Teman-temanku’ sangat banyak. Mulai dari yang sebasib denganku sampai yang berpura-pura sebasib denganku. Tahukah Anda manusia, kalau setiap pagi satu truk orang buta diturunkan dengan ‘supir’nya masing-masing. Siapa orang yang menuntunnya itu? Anaknya? Istrinya? Saudaranya? BUKAN!!! Merekalah orang yang akan diberi persenan atas kerjanya mengemis dengan berdalih belas kasih untuk sang tunanetra. Bagaimana sebenarnya nasib dari orang buta tersebut? Entahlah, pikiranku belum sampai kesana. Untuk makan saja aku sulit.
Aku setiap harinya berlalu lalang diantara wanita-wanita dengan kerudung mewah. Ada yang memakai ciput Arab, ciput ninja, padu padan dengan selendang mesir, hijab berwarna-warni yang tentu saja aku tak pernah memakainya. Dari mana aku tahu tentang nama-nama jilbab tersebut? Tetanggaku yang jualan jilbab di pasar sering bercerita tentang produk jilbab baru yang yang lagi hits tahun ini. Ia memberiku selembar jilbab yang cukup nyaman dipakai. Setiap hari kukenakan jilbab ini sampai kusam warnanya.
Pernah aku mengiba pada muslimah itu namun ia hanya diam saja. Seolah aku ini tidak ada bahkan bayangan pun tak ada. Ketika Imlek tiba, seperti tahun lalu, aku beserta ratusan teman-teman membanjiri bibir jalan menuju pagar wihara. Pengunjung klenteng itu dengan senyumnya membagikan angpau. Terlihat sekali toleransi beragama di sini. Tanpa pandang bulu mereka berbagi kasih dengan kaum kami. Kupandangi lentera merah bercahaya itu, Subhanallah, Alhamdulillah…
Andaikan tangan-tangan itu adalah tangan-tangan wanita berhijab yang kulewati tadi, alangkah afdhalnya. Ah, sudahlah, yang penting aku bisa makan…
Note ini dibuat atas permintaan Ayam Sjoo (Ayani Puspita).
Mohon maaf
kalau kurang bagus, maklum amatiran J
Febby....aku nemu tulisan ini lagi di google..hhahHha.pas dibaca lagi aku jadi tersanjung ��
BalasHapusFebby....aku nemu tulisan ini lagi di google..hhahHha.pas dibaca lagi aku jadi tersanjung ��
BalasHapusAyaaammm.. waahh ini jaman kapan ya masih kuliah dulu 😎😎😎
Hapus