Langit
tampak menghitam. Semburat awan merapat. Rintik hujan kian membuai umat manusia
untuk semakin menyipitkan matanya sebelum akhirnya tertidur. Salah satu
diantaranya adalah seorang ibu pedagang makanan ringan di depan lokal 1.2
Gedung F, pada hari itu Kamis, (21/2). Dari pada sebutan ibu pedagang,
mahasiswa lebih akrab dengan sapaan ‘amak’.
Mak Yur, demikian panggilan beliau.
Baju hijau membalut tubuhnya dan songkok
hitam menutupi rambutnya yang mulai memutih. Beliau mengangkat kepalanya dengan
mata yang sedikit memerah ketika kru Genta Andalas menyapanya dengan salam.
“Mak, saya dari Genta Andalas, boleh wawancara?” tanya kru. “Apo nan nio
diwawancara, Nak?” Amak tampak
bingung namun tidak menutup diri. Kemudian kru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
Telah
diberitakan dalam Tabloid Genta Andalas sebelumnya bahwa sudah ada titik temu melalui
diplomasi antara pimpinan Unand dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) serta yaitu
dengan dibuatnya tenda kecil untuk tempat amak-amak
bernaung. Sebelumnya amak-amak tersebut dilarang berjualan di depan ruang kelas
di gedung-gedung perkuliahan karena dianggap dapat menggangu proses belajar
mengajar serta merusak estetika. Hingga saat ini masih belum semua amak-amak
mendapat tenda kecil tersebut. Mak Yur beserta 3 orang pedagang di Gedung F
misalnya. Mak Yur mengaku bahagia dengan dipersembahkannya tenda-tenda kecil
tersebut.
First
San Hendra Rivai, President International Law Student Association Fakultas
Hukum Unand sekaligus mantan Ketua Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian
Kemasyarakatan (LAM&PK) mengatakan bahwa dulu penyebaran amak-amak
diletakkan di lokasi yang berdekatan dan bertumpuk, di Gedung C paling banyak.
Terjadi persaingan dalam jual beli makanan, maka digagas untuk disebar di titik
tertentu. Melalui First San diketahui bahwa pernah terjadi kasus pencurian
dagangan amak-amak dalam tenda kecil
tersebut pada malam hari.
Kisah pilu ketika amak-amak digusur membuat mereka semakin
kompak. Mereka membentuk sebuah perkumpulan bernama Forum Pedagang Kecil Unand (FPKU)
yang beranggotakan 36 orang. FPKU dimotori oleh LAM&PK, UKM PHP, Kaki Lima,
dan LBH selaku kuasa hukum amak-amak.
Mak Yur menjabat sebagai ketua. “Tujuan pembentukan FPKU adalah untuk
mengkonsolidasikan pedagang Unand agar tergabung dalam satu wadah. Akan
diadakan pertemuan rutin agar amak-amak
bisa mandiri karena saat ini yang menjadi kendala adalah komunikasi antar amak-amak,” ujar First San.
FPKU
mengadakan pertemuan sekali dalam sebulan di rumah Bundo kanduang di Kapalo
Koto. “Banyak nan indak tibo, paliang duo
puluah urang se nan tibo,” jawab Mak Yur ketika ditanya berapa jumlah
anggota yang hadir setiap pertemuan. Perkumpulan ini tidak memungut uang kas,
namun apabila ada anggota yang sakit maka mereka menyumbang Rp 1.000,00 per
orang.
Di sela-sela wawancara tampak
beberapa mahasiswa mencandai Mak Yur. Rupanya Mak Yur terkenal akrab dan dekat dengan
mahasiswa. Tak ayal tiap langkah kaki mahasiswa yang lewat menyapa beliau.
Bahkan ada seorang mahasiswa laki-laki yang sampai menjewer-jewer manja telinga
Mak Yur. Mak Yur menjajakan berbagai macam kebutuhan mahasiswa dari snack, gorengan, permen, roti, air
mineral, es, rokok, dan kertas double
folio.
Setiap harinya, saat matahari baru
menampakkan rupa sekitar pukul 07.00 WIB Mak Yur telah membuka lapak di kampus.
Ia baru bersegera pulang ketika senja menjemput sekitar pukul 16.00 WIB.
Biasanya dagangan makanan ringan Mak Yur selalu diborong mahasiswa sampai tak
bersisa. “Lai habih, kadang balabiah agak
sapuluah incek,” ujar beliau dengan bahasa Minang. Gorengan yang dijajakan
Mak Yur dibuat oleh 2 orang anaknya yang masing-masing berusia 32 dan 28 tahun.
Kedua anak Mak Yur tidak mempunyai pekerjaan tetap. Semoga tenda kecil untuk
Mak Yur segera terealisasi.
*Febby Mellisa, Penulis merupakan mahasiswa
Fakultas Hukum Unand angkatan 2009, menjabat sebagai Pemimpin Litbang Genta
Andalas