Blue Fire Pointer AIRPLANE IN THE SKY: Ketika Tujuan Ibadah Tak Lagi Karena Cinta

Senin, 22 April 2013

Ketika Tujuan Ibadah Tak Lagi Karena Cinta



Oleh : Febby Mellisa, mahasiswa Fakultas Hukum Unand*


https://gatotwid.files.wordpress.com


Bagi pengikut blog saya, tentunya tak asing dengan judul yang diawali dengan “ketika”. Ya, saya memang tertarik dengan kata “ketika”. Menurut saya, kata tersebut memiliki tafsir tersirat, yang dikuatkan oleh kalimat di belakangnya. Tanpa memperpanjang mukaddimah, mari lanjut pembahasan “Ketika Tujuan Ibadah Tak Lagi Karena Cinta”.

Getir kehidupan saya saat ini meresonasi pikiran ke masa lalu, saat pesantren Ramadhan. Saya begitu termangu mendengar ceramah dari Ustadz usai shalat Isya berjamaah. Saya memang gemar shalat berjamaah kala itu karena ingin mendengar ceramah. Dari kecil saya sangat tertarik dengan hal-hal berbau agama. Bahkan puluhan buku-buku religi menghiasi rak. Ceramah tersebut berisikan tentang “Tiga Tingkatan Ibadah”.


  1. Tingkatan terendah. Beribadah “Ibarat buruh mengerjakan perintah majikan”. Sang buruh takut dihukum jika tidak melaksanakan perintah, belum lagi ancaman gaji dipotong atau bahkan tidak dibayar. Intinya, seseorang melakukan ibadah kepada Allah karena takut DOSA.
  2. Tingkatan menengah. Beribadah “Ibarat karyawan bekerja pada sebuah perusahaan”. Sang karyawan bekerja sebaik mungkin agar dilihat oleh direktur dan mengharapkan kenaikan pangkat atau gaji.  Intinya, seseorang melakukan ibadah  kepada Allah karena mengharapkan PAHALA.
  3. Tingkatan tertinggi. Beribadah “Ibarat ibu menyusui anaknya”. Kasih sayang ibu tiada batas kepada sang buah hati. Ibu tak pernah meminta imbalan pada sang anak. Intinya, seseorang melakukan ibadah kepada Allah karena CINTA.

Pernahkah kita berpikir untuk apa selama ini ibadah yang kita lakukan? Apakah karena takut dosa? Atau mengejar pahala? Pernahkah kita beribadah tulus karena cinta? Mungkin jawabannya kurang lebih seperti ini:  Saya berjilbab karena takut dosa bertambah setiap hari; Saya shalat sunnah karena saya pernah melalaikan sholat, maka untuk menutupinya saya memperbanyak ibadah. Atau seperti ini: Saya pernah shalat Tahajud saat esoknya ada ujian sekolah; Saya pernah shalat dhuha saat akan memasuki PTN yang saya pilih; Saya pernah puasa saat keinginan saya tercapai; Saya bahkan memperpanjang kaji Al-Quran ketika saya ingin bimbingan saya diperlancar agar cepat wisuda. Termasuk saya, saya pun khilaf.

Para pembaca budiman, kita manusia biasa yang mempunyai hawa nafsu dan hasrat duniawi. Tapi mari kita minimalisir melalui perubahan orientasi tujuan beribadah. Akan sangat indah jika ibadah dilandasi rasa cinta. Melakukan ibadah kapanpun karena kerinduan dengan Yang Maha Kuasa. Ada keinginan untuk selalu berkomunikasi dengan Sang Pencipta raga dan nyawa.

*mahasiswa yang sedang curhat bimbingan skripsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar