Oleh : Febby Mellisa,
mahasiswa Fakultas Hukum Unand*
https://gatotwid.files.wordpress.com |
Bagi pengikut blog saya, tentunya tak asing dengan judul yang diawali dengan “ketika”. Ya, saya memang tertarik dengan kata “ketika”. Menurut saya, kata tersebut memiliki tafsir tersirat, yang dikuatkan oleh kalimat di belakangnya. Tanpa memperpanjang mukaddimah, mari lanjut pembahasan “Ketika Tujuan Ibadah Tak Lagi Karena Cinta”.
Getir kehidupan saya saat ini
meresonasi pikiran ke masa lalu, saat pesantren Ramadhan. Saya begitu termangu
mendengar ceramah dari Ustadz usai shalat Isya berjamaah. Saya memang gemar
shalat berjamaah kala itu karena ingin mendengar ceramah. Dari kecil saya sangat
tertarik dengan hal-hal berbau agama. Bahkan puluhan buku-buku religi menghiasi
rak. Ceramah tersebut berisikan tentang “Tiga Tingkatan Ibadah”.
- Tingkatan terendah. Beribadah “Ibarat buruh mengerjakan perintah majikan”. Sang buruh takut dihukum jika tidak melaksanakan perintah, belum lagi ancaman gaji dipotong atau bahkan tidak dibayar. Intinya, seseorang melakukan ibadah kepada Allah karena takut DOSA.
- Tingkatan menengah. Beribadah “Ibarat karyawan bekerja pada sebuah perusahaan”. Sang karyawan bekerja sebaik mungkin agar dilihat oleh direktur dan mengharapkan kenaikan pangkat atau gaji. Intinya, seseorang melakukan ibadah kepada Allah karena mengharapkan PAHALA.
- Tingkatan tertinggi. Beribadah “Ibarat ibu menyusui anaknya”. Kasih sayang ibu tiada batas kepada sang buah hati. Ibu tak pernah meminta imbalan pada sang anak. Intinya, seseorang melakukan ibadah kepada Allah karena CINTA.
Pernahkah kita berpikir untuk apa
selama ini ibadah yang kita lakukan? Apakah karena takut dosa? Atau mengejar
pahala? Pernahkah kita beribadah tulus karena cinta? Mungkin jawabannya kurang
lebih seperti ini: Saya berjilbab karena
takut dosa bertambah setiap hari; Saya shalat sunnah karena saya pernah
melalaikan sholat, maka untuk menutupinya saya memperbanyak ibadah. Atau
seperti ini: Saya pernah shalat Tahajud saat esoknya ada ujian sekolah; Saya
pernah shalat dhuha saat akan memasuki PTN yang saya pilih; Saya pernah puasa
saat keinginan saya tercapai; Saya bahkan memperpanjang kaji Al-Quran ketika
saya ingin bimbingan saya diperlancar agar cepat wisuda. Termasuk saya, saya
pun khilaf.
Para pembaca budiman, kita manusia
biasa yang mempunyai hawa nafsu dan hasrat duniawi. Tapi mari kita minimalisir
melalui perubahan orientasi tujuan beribadah. Akan sangat indah jika ibadah
dilandasi rasa cinta. Melakukan ibadah kapanpun karena kerinduan dengan Yang
Maha Kuasa. Ada keinginan untuk selalu berkomunikasi dengan Sang Pencipta raga
dan nyawa.
*mahasiswa yang sedang curhat bimbingan
skripsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar