Pagi yang mendung boleh saja
menjadi alasan untuk menarik selimut, namun penggalan lirik lagu dari Banda Neira “Bangun,
sebab pagi terlalu berharga tuk kita lewati dengan tertidur” mengingatkan untuk
tidak bermalas-malasan. Betapa berharganya pagi. Bahkan terjemahan doa bangun
pagi “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan
kami dan hanya kepada-Nya (kami) dikumpulkan”, menggambarkan bahwa syukur sepatutnya
terucap saat terjaga. Jika bangun pagi adalah nikmat, maka bangun pagi di
permulaan tahun 2018 adalah nikmat dua kali lipat.
Seperti yang sudah direncanakan
sebelumnya, pagi ini saya membongkar 4 (empat) lemari baju dan
mengelompokkannya menjadi 2 (dua). Kelompok pertama adalah baju yang masih
dipakai, sedangkan kelompok kedua adalah baju yang akan dibagikan. Pada mulanya,
tidak sulit untuk memisahkan mana baju yang masih saya pakai dan mana yang
tidak. Sampai tiba pada baju-baju yang cukup mahal, bagus, dan baru sekali
bahkan belum pernah melekat di badan, saya mulai dilema. Pertanyaannya, apakah saya akan mengambil yang
baik untuk saya dan yang “kurang baik” untuk membaginya? Ya Rasul, kalau begini
sungguh jauh aku darimu. Memang sudah fitrahnya untuk berat
melepaskan sesuatu yang kita sayang. Namun tidak demikian dengan
Rasulullah SAW, ia justru memberikan kain indah milikya yang diminta dan disukai
oleh seorang pemuda.
Dilema tidak berakhir sampai di
sana. Berhadapan dengan sekumpulan baju-baju yang pada setiap helai benangnya
ada kenangan, juga merupakan hal yang tidak mudah. Saya pegang satu persatu
baju-baju itu, memori masa lalu membawa saya jauh. Ah, biarlah cukup
ingatan yang merawat kenangan.
Selamat Tahun Baru 2018!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar