"Jika kebetulan terjadi terlalu banyak, seorang ilmuwan akan mencari pola, dan seorang beriman akan mencari Tuhan".
Demikian Ayu Utami dalam novel Manjali dan Cakrabirawa.
Akhir-akhir ini saya sering berjumpa dengan "kebetulan". Paling sederhana, saat memasuki -pusat perbelanjaan yang terkenal memiliki kapasitas kecil untuk lahan parkir-, saya selalu bisa mendapatkan parkir di depan. Saat mencari barang yang jarang dijual, saya justru menemukannya di toko pertama yang saya kunjungi secara random. Begitu pula saat bimtek, saya tidak membawa laptop sesuai spesifikasi yang disyaratkan, tiba-tiba ada teman yang bawa 2 laptop.
Menyenangkan memang, jika kebetulan yang menghampiri itu membawa hal-hal positif yang menakjubkan. Sekurangnya ungkapan Alhamdulillah sebagai bentuk syukur paling minimalis. Namun bagaimana jika -kebetulan yang kita hadapi- membawa stimulus negatif dan berbau hal-hal yang tidak diharapkan?
Saya teringat masa di sebuah workshop, yang dihadiri oleh orang-orang yang sebagian besarnya tidak menghendaki berada di ruangan itu, namun kebetulan ditunjuk pimpinan mewakili kantor masing-masing. Ketua panitia dalam pembukaan sambutannya mengatakan bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, pun pertemuan kita. Daripada sibuk mengeluh dan menjengkel, lebih baik menikmati, mengambil hikmah dan pelajaran berharganya. Toh sama-sama harus dijalani. Mau menjalani dengan hati dongkol atau dengan bergembira?
Saya bukan ilmuwan dan tidak berani meng-aku-kan sosok beriman pula. Hanya sedang menjalani setiap kebetulan dengan afirmasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar