Suasana
lobi Pengadilan Negeri ABC cukup sepi. Tampaknya masih terlalu pagi untuk
menunggu kehadiran Penggugat, Tergugat II, dan Tergugat III. Hampir dua jam
berlalu sejak waktu yang tertera dalam relaas panggilan hingga akhirnya para
pihak lengkap.
Semua berdiri menyambut majelis hakim
memasuki ruang sidang. Setelah majelis
hakim duduk, ketua majelis mempersilahkan para pihak (Penggugat dan Tergugat)
menempati tempat masing-masing.
Agenda pertama adalah pemeriksaan
identitas yang didahului dengan pemeriksaan identitas Penggugat. Selanjutnya
giliran pemeriksaan identitas Tergugat yang meliputi Surat Kuasa Umum (SKU),
Surat Tugas (ST), dan kartu identitas dari instansi tempat bekerja. Pada saat
itu kami selaku Tergugat I belum membawa SKU dikarenakan masih dalam proses
penandatanganan masing-masing kuasa dari 3 (tiga) unit kerja, yaitu Kantor
Pusat DJP, Kanwil DJP, dan KPP Pratama. Setelah bermusyawarah, majelis hakim
menyatakan sidang tetap dilanjutkan dengan konsekuensi pada persidangan
berikutnya Tergugat I harus melengkapi SKU nya. Berdasarkan Pasal 123 ayat (2)
HIR, pegawai yang karena peraturan umum, menjalankan perkara untuk Indonesia
sebagai wakil negeri, tidak perlu memakai surat kuasa yang teristimewa yang
sedemikian itu. Oleh sebab itu, hanya berbekal ST tanpa SKU sudah cukup syarat bagi
pegawai instansi untuk menduduki singgasana Tergugat. Spesialnya lagi, pegawai
yang mewakili instansi tidak perlu berijazah sarjana yang berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum, berbeda dengan advokat.
Agenda selanjutnya adalah mediasi.
Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Mediator boleh Hakim
dan boleh pula pihak luar yang memiliki Sertifikat Mediator. Pada saat itu
salah satu hakim di Pengadilan Negeri
tersebut (di luar hakim yang memeriksa perkara) ditunjuk untuk menjadi mediator
karena para pihak tidak menawarkan mediator dari pihak luar.
Mediasi dilakukan di ruangan yang
terpisah dari ruang sidang. Hakim Mediator menjelaskan prosedur mediasi
ditempuh paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penetapan perintah melakukan
mediasi. Atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat diperpanjang palimng
lama 30 (tiga puluh) hari. Apabila mediasi berhasil, kesepakatan secara
tertulis dituangkan dalam Kesepakatan Perdamaian. Artinya, gugatan dicabut dan
persidangan tidak dilanjutkan. Namun apabila mediasi gagal mencapai
kesepakatan, dibuat pemberitahuan tertulis kepada hakim pemeriksa perkara.
Artinya, pemeriksaan perkara dilanjutkan sesuai dengan hukum acara yang
berlaku.
Pada kesempatan pertama Hakim
Mediator menanyakan kepada Penggugat apa yang Penggugat inginkan dalam perkara
ini. Penggugat menjawab bahwa ia bersikukuh dengan apa yang tertuang dalam
Gugatannya. Hakim Mediator menjelaskan bahwa jika bertahan pada Gugatan,
mediasi menjadi tak ada gunanya. Mediasi bertujuan mencari jalan tengah yang
padan bagi Penggugat maupun Tergugat. Namun Penggugat tetap berpegang pada
Gugatannya. Hakim Mediator menanyakan kepada
Tergugat I apakah mau mengabulkan apa yang diminta oleh Penggugat. Tentunya
jawaban tidak yang didapat dari Tergugat I. Tergugat I meminta waktu untuk
memberikan tanggapan karena harus berdiskusi terlebih dahulu dengan prisipal.
Tulisan oleh: Febby Mellisa
Sumber gambar: http://assets.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar