Lama tak bersua, tiga sekawan yang
menamakan kubunya dengan CICAK bersepakat untuk bertemu. CICAK adalah nama
random yang tercaplok begitu saja ketiga tiga sekawan ini melewati indahnya masa
kuliah (2009-2013). Anggota CICAK terdiri dari Mega, Anes, dan Febby (saya
sendiri). Kini CICAK tidak bertiga lagi tetapi sudah ada CICAK and Friends :-)
Oke, prolognya kelamaan. Pertemuan
kami sesuai rencana diadakan di Simpang Pasar Baru. Anes bawa motor sendiri
sementara saya dibonceng Mega. Motor saya ditinggalkan di tempat service.
Kondisi seperti ini membuat saya terngiang akan masa di mana saya belum bisa
mengendarai motor. “Puteri Nebeng” adalah julukan yang melekat pada saya. Saya
selalu “menempel” pada pengendara motor yang menyisakan jok di belakang
punggungnya.
Oh ya, saya melihat beberapa perubahan
penampilan sahabat saya ini. Si Tomboy Panggalak
Gadang, Anes, memakai wedges yang tingginya sekitar 5 cm. Kemudian jilbab
si Mega sudah mulai menampakkan keningnya ditambah kacamatanya yang semakin
besar saja.
Di
perjalanan, Mega mengutarakan hasrat terpendamnya untuk makan di Skyline Hotel
Ibis. Ia menawarkan akan mentraktir. Kata orang Minang “kancang ka perai”, segera kami mengiyakan. Setiba di Ibis, kami
salah memarkir motor. Ternyata parkir motor ada di halaman depan. Bergegas kami
menuju lantai 13.
Ini rupanya yang disebut Skyline,
restoran tertinggi di Kota Padang. Anda dapat menikmati pemandangan laut dan
gunung sekaligus. Memasuki teras hotel, anda beradapan langsung dengan Samudera Hindia.
Kami pun duduk di meja yang paling
sudut. Pelayan memberikan menunya. Seketika Mega langsung mesem-mesem melihat harga
menunya. Wajah saya berusaha tetap cool
namun Anes tertawa-tawa melihat wajah Mega sehingga saya tidak bisa benar-benar
stay cool. “Oke, pesen aja, By, Nes,”
ujar Mega. Akhirnya masing-masing kami memesan steak seharga Rp 75.000 dan teh es
seharga Rp 22.000. Belum termasuk pajak restoran. Mega tampak menarik nafas. Hahaha, siapa suruh penasaran
ama Skyline. Soal rasa, sedap lah, Ibis gitu lho!
Sebenarnya sih si Mega ini dari
kalangan mampu. Mungkin mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Indonesia
ini hanya berpura-pura shock atau
mungkin sebagai anak kos di rantau orang ia benar mengalami defisit. Entahlah,
yang jelas Mega bukan orang yang memiliki ekspresi datar. Dalam setiap kejadian
ia selalu ekspresif. Itu yang saya suka. Hahaha. Kelak kalau sudah jadi “orang”,
semua ini akan terasa murah kawan. Bersabarlah. Semangat buat Mega, Anes, dan
saya sendiri.
Di dalam ruangan, kami sempat
mengambil beberapa foto. Berikut kenarsisan kami: