Oleh: Febby Mellisa
http://4.bp.blogspot.com |
Layar berkibar seirama ritme angin. Bintang
berserakan menjadi atap perjalanan kami. Ini pengalaman pertamaku ikut
memancing ikan bersama ayah. Air begitu tenang saat dilalui oleh perahu kecil
kami. Maklum, ayah belum mampu membeli perahu motor, yang tak perlu angin darat
untuk menggerakkannya menuju laut.
Sekedar tahu saja, angin bertiup dari daerah
yang bertekanan udara tinggi ke daerah yang bertekanan udara rendah. Tekanan udara
berbanding terbalik dengan suhu. Mengenai suhu, jika
suatu zat memiliki kalor jenis yang besar, berati zat tersebut susah
dipanaskan, namun setelah sumber panas dihilangkan, zat tersebut susah didinginkan.
Contohnya laut. Sebaliknya, jika suatu zat memiliki kalor jenis yang kecil,
berarti zat tersebut gampang dipanaskan, namun setelah sumber panas
dihilangkan, zat tersebut gampang dingin kembali. Contohnya tanah dan
pepohonan.
Nah, pada siang hari, matahari menyinari permukaan
bumi. Daratan segera menjadi panas sementara lautan masih dingin. Inilah
sebabnya suhu udara di darat lebih panas daripada suhu udara di laut pada siang
hari. Pada malam hari, angin bertiup dari darat ke laut. Karena sumber
panas telah hilang, daratan menjadi dingin, sementara air laut masih menyimpan
panas. Jangan heran aku bisa menjelaskan panjang lebar begini. Nilai fisika ku
tak pernah kurang dari 100!
Namaku Bayu. Aku kelas 1 SMP. Ayahku seorang nelayan
tradisional. Ia sangat menyayangiku. Malam ini ayah ingin mengenalkan deburan
ombak kepadaku. Aku merasakan aliran Samudera Hindia dari sini. Tak lama
kemudian, ayah menebar jala. Perlahan tetapi pasti, ikan-ikan terjaring. Kami
terus menyusuri lautan, di titik berikutnya ayah menebar jala lagi, dan
ikan-ikan terjaring kembali.
“Ahhh
segarnya ikan-ikan ini. Semoga besok laris semua di pasar, ya Yah!” ujarku.
“Mudah-mudahan,
Nak. Ayo buru lebih banyak!” kata ayah bersemangat.
Selagi ayah belum menebar jala, aku
menatap angkasa yang luar biasa kilaunya, kumpulan cahaya tanpa batas, penuh
misteri. Aku tunjuk satu bintang, bintang paling cerah.
“Yah,
tahu tidak nama bintang yang paling cerah di langit malam?” tanyaku.
“Hmm,
apa ya? Bintang Kejora kah?” jawab ayah.
“Huuu,
ayah asal deh. Oh iya, Bintang Kejora itu sebenarnya bukan bintang lho. Tapi
Planet Venus yang tampak bercahaya karena memantulkan sinal matahari. Kalau
bintang paling cerah di langit malam disebut Bintang Sirius, Yah.” Jelasku.
“Oo,
ayah baru tahu. Eh, ngomong-ngomong bintang apa namanya tadi? Bintang Serius?
Hahaha” canda ayah.
“Ayaaaaaaaahhhh!...”
cetusku.
Begitulah, ayah sering sekali
menjadi korbanku untuk mendengarkan teori-teori fisika dan astronomi. Tapi ayah
terlihat senang, karena aku adalah anak satu-satunya, anak semata wayang. Kelamnya
langit perlahan pudar seiring terbit fajar. Aku dan ayah bergantian sholat
Subuh di atas perahu. Tentunya tak ada kiblat.
Matahari menggantikan peran
bintang-bintang. Angin laut menghantarkan kami pulang ke daratan. Dari kejauhan
terlihat hamparan sawah nan hijau. Bukit nan dipenuhi pepohonan. Tak ada asap
maupun limbah pabrik. Desaku memang indah.
*bersambung*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar